Refleksi Hari Kartini 2017
Suatu pengalaman tak terlupakan, pada 23 April 2017 lalu. Kami, segenap pengurus Forum Intelektual Study Club (FOISC) Fakulas Hukum UMI mengadakan kerja sama dengan Organisasi Studi Dan Aktualisasi Pancasila (ORASI) untuk memeringati Hari Kartini yang jatuh pada 21 April 2017.
Awalnya, kami disuguhi dengan pemandangan kumuh penuh tumpukan sampah. Ya, lokasi kami adalah Tempat Pembuangan Akhir di kota Makassar. Bau menyengat pun menjadi ucapan selamat datang untuk kami. Tak pernah terbersit sedikitpun, tempat kumuh ini memiliki surga kecil untuk mereka yang enggan berhenti menimbah ilmu dengan segenap penghalang mereka.
Taman Baca TPA lah surga kecil itu. Sebuah rumah kecil tempat mereka, ana-anak yang tak seberuntung kami menimbah ilmu. Saat Hujan, baskom dan ember sebagai penadah air karena atap yang bocor sana-sini menjadi pemandangan lumrah di rumah tersebut. Saat terik, mereka harus rela panas-panasan karena hanya tersedia satu kipas angin, dan minimnya fentilasi udara. Tempat ini, tempat yang cukup layak menurut mereka, tapi kami tidak bisa menyembunyikan kenyataan, seberapa berbedanya fasilitas pendidikan mereka dibanding kami.
Kami dipertemukan dengan sosok inspiratif, kartini-kartini modern, yaitu Ibu Naharia dan Ayustina. Mereka adalah sosok wanita yang tak gentar menjadi pengajar tak berupah, menjadi pendidik sukarelawan bagi mereka yang enggan untuk berhenti menimbah ilmu. Ibu Naharia dan Ayustina inilah sebagai penanggung jawab Taman Baca TPA Tamangapa Antang.
Saat berlangsungnya Dialog Interaktif, mereka membagikan cerita pilu mereka. Mereka adalah sosok yang sangat kuat menurut kami. Bagaimana tidak, di tengah lingkungan yang keras dan rusak, Ibu Naharia bertahan. Kemiskinan dan lingkungannya sama sekali tidak berpengaruh dan menyurutkan asa nya untuk terus bersekolah. Pun akhirnya ia harus menikah muda dan dipaksa menyerah oleh nasib untuk melanjutkan sekolahnya pada tingkat yang lebih tinggi, cita-citanya masih tertanam dalam hati. Menjadi seorang guru.
Terlalu banyak cobaan yang ia hadapi, bahkan sangat banyak untuk kami tulis di blog kali ini. Tapi, cobaan dan kerikil hidup yang telah Ibu Naharia hadapi, membuatnya menjadi semulia ini, menjadi wanita kuat dan berhati mulia. Mendirikan dan membangun Taman Baca TPA tanpa digaji bukanlah perkara kecil, dibutuhkan niat, kerja keras, dan kendala yang harus dihadapi. Hal-hal yang beliau ungkapkan di dialog interaktif kala itu membuat kami tertampar.
Bagaimana tidak, kami yang dapat bersekolah dengan mudah, dibiayai oleh orang tua, bahkan dapat bersekolah di tempat pilihan dan unggulan masih mengeluh ini itu. Kami tak pernah berfikir, ada orang di luar sana yang sangat ingin bersekolah, tapi terkendala biaya, dan sebagainya.
Fakta bahwa anak-anak dan orang dewasa sangat mengandalkan internet dibanding buku membuat Ibu Ayustina merasa miris. Pelajar lebih memilih jalan instan untuk mencari tugas-tugas dan pelajaran di internet ketimbang membaca buku. Padahal menurutnya, situs-situs yang ada di internet kebanyakan berasal dari buku. Ia menambahkan, jangan dibodohi oleh internet, tidak semua yang ada di internet itu positif, sangat banyak sisi negatifnya, maka cerdaslah menggunakan internet. Jangan terlalu bergantung pada gadget, cobalah untuk melihat ke sekitar. Karena sebenarnya, terlalu banyak yang kita lewatkan.
Kesempatan berharga yang diberikan kami kala itu tak cukup sampai disitu. Kami juga diberikan pengalaman untuk mengajar adik-adik pelajar Taman Baca tersebut. Hampir semua dari mereka adalah anak pemulung, dan juga ikut memulung. Ada sebagian dari mereka yang masih dapat menikmati bangku sekolah, ada pula yang merasakan pendidikan hanya di Taman Baca TPA tersebut.
Mereka menjalani hidup mereka dengan senang hati. Bahkan kami yang dibuat tertawa oleh tingkah lucu dan hangat mereka. Pengalaman dapat mengajar, dan bertemu adik-adik Taman Baca TPA adalah pengalaman yang sangat mahal menurut kami.
Ibu Naharia dan Ayustina menjelaskan, bahwa ilmu yang mereka ajarkan hanya terbatas. Tapi, mereka juga tidak melupakan pendidikan akhlak anak-anak pelajar Taman Baca TPA. Selain belajar mata pelajaran dasar, Ibu Naharia dan Ayustina juga mengajar mengaji dan pendidikan Al-Quran.
Tema kegiatan kami adalah "Peran Perempuan Dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Dan Ya, Ibu Naharia dan Ayustina telah membuktikan, penerus-penerus bangsa diberikan kesempatan untuk merasakan pendidikan. Siapapun dia, berlatar apapun dia, setinggi dan serendah apapun status sosialnya.
Dimulai dari diri kita, dimulai dari lingkungan sekitar kita. Mari kita sama-sama menjadi the next kartini, dan memanfaatkan ilmu kita.
We Do What We Believe
Komentar
Posting Komentar